Rabu, 07 Januari 2015

1st Fanfiction


The Last Word

Author  : Maharani Cho

Shinchung High School, ‘13

“Jadi selain Anne, siapa lagi yang tidak mengerjakan tugas yang

kuberikan?” ucap seorang wanita sembari menyandarkan tubuhnya pada

pinggiran meja dengan tangan menyilang di depan dada, menatap

seluruh siswa di kelas itu yang kemudian lagi-lagi terhenti pada seorang

gadis yang tengah berdiri sembari menundukkan kepala.

Gadis yang tidak mengerjakan tugasnya.

Seluruh siswa diam tak bergeming dan suasana menjadi sangat

canggung saat seorang bocah laki-laki yang dengan santainya bangkit

dari duduknya dan menatap mantap wanita yang menjadi gurunya itu.

Gadis itu sedikit menolehkan kepalanya, bermaksud ingin menatap

seseorang yang bernasib sama sepertinya. Namun matanya terbelalak

saat mengetahui siapa seorang yang dimaksud.

“Park Chanyeol dan Anastasia Lee, kalian boleh meninggalkan kelasku

saat ini juga.”

Gadis itu menghela napas sesaat dan kemudian menaruh dagunya pada

salah satu tangannya lalu mulai pada pekerjaan barunya. Mebolak-balik

buku di hadapannya tanpa berniat sedikitpun membacanya.

Konsentrasi gadis itu sedikit terganggu saat sebuah tangan menarik kursi

di depannya dan membuat gadis itu mendongak. Hampir saja ia tersedak

ludahnya sendiri saat seorang pemilik tangan itu tersenyum kearahnya

dan yang kemudian memposisikan tubuhnya untuk duduk tepat di depan

gadis itu.

“Mencoba meratapi nasibmu, em?”

Gadis itu berkerut bingung dan kemudian kembali menatap bukunya

sembari menghela napasnya panjang.

“Usahaku semalaman mengerjakan tugas Kimia itu, bahkan membuatku

sengsara hari ini,” ucapnya tanpa menatap Chanyeol yang masih

menatapnya.

“Itu karena kau yang bodoh.”

Gadis itu mendongakkan kepalanya cepat dan menatap Chanyeol tajam.

 “Mworago?!”

Chanyeol terkekeh pelan dan kemudian mengacak-acak rambut gadis

itu.

“Tidak salahkan? Kau bodoh, jika kau sudah mengerjakannya kenapa

tak kau bawa.”

Gadis itu mengatup mulutnya cepat, kemudian mendengus sebal dan

kembali menatap lembar buku yang ia tinggalkan beberapa detik lalu.

“Sesukamulah!”

Chanyeol terseyum puas dan kembali menatap wajah serius gadis itu.

Entah kenapa, hanya menatap wajah gadis itu selalu membuatnya

tenang. Dan sekarang dengan jarak sedekat ini membuat kerja

jantungnya bekerja semakin cepat.

 “Lalu bagaimana denganmu? Seorang jenius sepertimu bisa tak

mengerjakan PR. Kurasa kiamat akan datang sebentar lagi,” ucap gadis

itu dengan nada menyindir, membuat kekehan panjang keluar dengan

santainya dari mulut kecil namja itu dan semakin menaikkan kadar

emosi Anastasia yang sudah mencapai ubun-ubun, sembari menatap

tajam ekpresi konyol yang Chanyeol tunjukkan.

Sadar tengah diperhatikan, ia mulai menghentikan tawanya dan kembali

menatap manik mata gadis itu. Dan lagi-lagi nenbuat jantungnya bekerja

diambang normal.

“Kuanggap itu sebagai pujian. Aku mengerjakan tugasku.” Gadis itu

menaikkan sebelah alis matanya, menunggu lanjutan kalimat yang akan

Chanyeol ucapkan.

“Setidaknya aku masih punya perasaan iba saat melihatmu sendirian

keluar kelas. Jadi, sebagai teman yang baik, ku simpan pekerjaanku

kedalam laci dan ikut berdiri bersamamu.”

Mata gadis itu membelalak lebar. Iba katanya?!. Batin gadis itu dalam

hati.

“Cih. Aku tak butuh rasa ibamu,” umpat gadis itu dan lagi-lagi tawa

kecik muncul dari namja itu dan membuat Anne mendengus.

“Hei, hari ini pulang bersama. Eottae?” tawar Chanyeol dan gadis itu

dengan muka datarnya menatap namja di depannya dengan kedua

telapak tangan memangku dagunya.

“Sekeras apapun usahaku menolaknya, kau juga tetap akan

menyeretkukan, Chanyeollie,” ucap gadis itu dengan penuh tekanan dan

membuat segaris senyum sumringah tergambar dengan jelas di wajah

namja itu.

Suara dentuman bola itu jika sudah keluar selalu membuat gadi itu

merasa  pusing. Bagaimana tidak, setiap suara itu keluar para yeoja

selalu meneriakinya dan terdengar begitu nyaring di setiap koridor

sekolah, dan begitu nyaring hingga serasa ingin memecah gendang

telinga.

Jika bukan namja itu yang memintanya, mungkin sekarang ia sudah tidur

dengan nyaman di atap sekolah. Namun dengan dasar ‘teman yang

baik’, ia rela berdesakan diantara gadis-gadis yang dengan lantangnya

meneriaki namanya.

“Park Chanyeol!!!”

Begitu seterusnya semakin membuat gadis itu merasa kesal. Hingga

muncul niatnya untuk berjalan mundur dan berbalik pergi dari

kerumunan. Namun belum ada dua langkah ia menggerakkan kakinya,

sebuah sorot mata yang menatapnya tajam membuat tubuhnya kaku

seakan menurut pada tatapan tajam itu, tatapan siapa lagi jika bukan

tatapan Park Chanyeol.

Saat di dalam arenapun namja itu selalu meluangkan waktu untuk

memastikan gadis itu ‘masih’ berada di tempatnya, membuat gadis itu

mendengus sebal dan kembali pada posisi awalnya.

Dan saat peluit panjang itu berbunyi, sebuah helaan napas panjang itu

meluncur dengan indahnya dari mulut Anastasia dan segera ia

langkahkan kakinya mendekat ke lapangan dengan mata tertuju pada

pemuda yang tengah asik ber-high five dengan teman-temannya.

Namja yang kemudian menatapnya dengan seulas senyum manis

terpampang dengan jelas di wajah itu, membuat jantung Anastasia Lee

sedikit manaikkan tingkatan kerjanya menjadi sedikit lebih cepat.

Masih mempertahankan tatapan datarnya, gadis itu mengulurkan sebuah

tempat minum pada Chanyeol. Namun belum sempat namja itu

meraihnya, sebuah cekalan di lengan kanannya membuat dua orang itu

tersentak dan menoleh secara bersamaan pada seorang gadis yang tengah

tersenyum lebar kearah Chanyeol, membuat Anne semakin sebal

mendapati tingkah yeoja ‘agresif’ itu.

“Oppa, selamat!” ucap gadis itu riang dan secara sepihak menarik

Chanyeol menjauh dari gadis itu. Membuat Anne mendengus sebal dan

memutar bola matanya, lalu hendak berbalik namun terhenti saat suara

seorang pria mengajaknya bicara.

“Kau baik sekali Anastasia-sshi. Yang kau bawa itu, bisa aku

meminumnya?”

Gadis itu berbalik kemudian menatap pria itu dan tersenyum simpul.

Dengan ragu ia ulurkan botol itu kearah namja di depannya. “Kau mau?

Ambillah.”

“Yak, Byun Baekhyun. Itu bagianku!”

Dengan cepat Chanyeol meraih botol itu, membuat Anne sedikit

tersentak.

“Ambil ini,” ucap Chanyeol sembari mengulurkan sebotol jus pemberian

gadis ‘agresif’ tadi.

“Aku tak terlalu menyukai jus,” ucap Baekhyun sedikit protes terhadap

tingkah Chanyeol.

“Buang saja kalau begitu,” jawab namja itu dengan enteng, membuat

gadis itu sedikit tersenyum. Sedikit, bukan berarti namja itu tak

melihatnya, namun buru-buru ia tengguk minuman dalam botol itu

sampai habis.

“Hah, minuman sesegar ini ingin kau berikan pada yang lain.”

“Aku… tak berniat memberikannya padamu,” ucap Anne yang

kemudian berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Chanyeol yang

tersenyum puas.

“Terus-teruslah berbohong, Nona.”

Sedari tadi gadis itu hanya memutar garpu digenggamannya sembari

menatap tanpa mau memakan makanan di depan matanya. Entah apa

yang membuat gadis itu tak bersemangat, sejak dirinya melihat yeoja

agresif tadi membuat moodnya seketika hancur. Dan pada akhirnya ia

akan melampiaskan pada sesuatu yang mendekatinya.

“Kantin sangat penuh, boleh aku duduk disini?” ucap seorang yeoja

sedikit hati-hati, namun bukannya mengindahkan ucapan sopan yeoja itu

Anne malah menatap datar gadis di depannya.

“Jadi, apa aku harus pindah dari tempatku?”

Gadis itu terkesiap dan kemudian menggeleng cepat. “Ah, biar aku saja

yang pindah,” ucapnya seraya pergi meninggalkan Anne yang

mendengus pelan.

Benar-benar menakutkan saat moodnya sedang buruk, membuat

siapapun yang ada di dekatnya mau tidak mau harus menyingkir dengan

teratur untuk beberapa saat.

Gadis itu sedikit mendorong piringnya menjauh dan kemudian

merebahkan kepalanya pada meja dengan mata terpejam, berharap

moodnya akan membaik setelahnya.

Namun belum ada lima menit ia pejamkan mata, dirasakannya seseorang

mendekatinya dan duduk di sampingnya, membuatnya terpaksa

membuka matanya kembali.

Namun lagi-lagi dengusan yang keluar dari  mulut gadis itu dan dengan

cepat ia ubah arah pandangnya dan memutar kepalanya. Mendapati

seseorang yang menjadi temannya sekaligus teman setia seseorang yang

sebenarnya tak ingin ia temui saat ini.

“Byun, bilang padanya aku sedang tak ingin menatap wajahnya,” ucap

gadis itu pada Baekhyun, membuat namja itu mengernyit bingung dan

kemudian menatap Chanyeol yang juga bingung mendapati tingkah

gadis itu.

“Aku yakin kau mendengarnyakan?”

Chanyeol semakin mengerutkan kedua alisnya tanpa melepas kontak

matanya pada kepala gadis yang membelakanginya itu.

“Yak, kau.. baik-baik saja?”

“Byun, bilang padanya aku sedang tidak ingin bicara padanya,” ucap

Anne lagi membuat mulut Chanyeol menganga lebar, terkejut dengan

respon yang gadis itu berikan.

“Yak Byun Baekhyun, tanyakan padanya, apa ini hari pertamanya

menstruasi?” ucap Chanyeol dengan nada kesal, membuat Baekhyun tak

dapat menahan tawanya dan pada akhirnya tawa keras itu muncul juga,

membuat gadis itu bangun dari duduknya dan tanpa menatap kedua

orang disebelahnya ia pergi dengan setengah berlari meninggalkan dua

orang itu.

“Kau semakin memperburuk moodnya, Yeollie.”

Sudah satu minggu ini gadis itu menjauh dariku, berusaha

mendiamkanku tanpa alasan. Menghindariku sepertinya, tapi sama sekali

aku tak tahu penyebab dia melakukan ini padaku. Jujur akhir-akhir ini

sangat sulit untuk melihatnya. Hanya sebatas di dalam kelas dan itupun

sangat sulit untuk mengajaknya bicara.

Entah apa yang ia lakukan hingga ia jarang menampakkan diri di

hadapanku. Sudah kucoba untuk mencarinya, bahkan ia tak pernah ada

di penjuru tempat manapun yang biasa kami sambangi. Memiliki tempat

persembunyian yang baru sepertinya.

Sampai detik inipun aku belum bicara atau bahkan menatapnya, wajah

datar itu yang selalu  ia tunjukkan. Menambah kesan dingin pada gadis

itu dan membuatku semakin, rindu padanya.

“Pertandingan akan dimulai 10 menit lagi. Siapa yang kau tunggu?”

Setidaknya, harapanku gadis itu dapat melihat pertandingan ini akan

terwujud.

“Dia ada disana, diantara gadis-gadis yang meneriaki namamu.”

Kuikuti arah pandang Baekhyun. Dan benar saja, gadis itu masih dengan

tatapan dinginnya. Masih dengan wajah datarnya, menatapku.

“Kajja.”

 “Aku mencarimu, kau tahu?”

Gadis itu menoleh cepat menghadap seseorang mengajaknya bicara, lalu

kemudian menghembuskan napasnya pelan dan kembali menatap buku

yang ada di pangkuannya.

“Helaan napas itu yang selalu kau keluarkan setiap kau melihatku. Ada

apa?”

Gadis itu menggeleng cepat tanpa menatap Chanyeol yang tengah kesal

dengan respon yang ia berikan.

“Kau sedang menghindariku, ya?”

Gadis itu menghela napasnya berat dan kemudian menggeleng sesaat.

“Bisakah kau hilangkan kebiasaan buruk barumu itu?! Dan ada apa

denganmu, kenapa begitu anti untuk menatapku.”

Dengan cepat gadis itu menolehkan kepalanya menatap pria di

sebelahnya namun detik berikutnya ia palingkan lagi, mencoba kembali

memfokuskan dirinya pada buku di hadapannya.

“Aku, merasa kesepian karna nyaris seminggu penuh kau tak pernah

bersamaku. Kau menghindariku tanpa memberi alasan. Kau, seakan

memusuhiku saat aku mendekat. Ingin sampai kapan?”

Anne menaikkan kedua bahunya, dan Chanyeol hanya menghela

napasnya pelan.

“Rencananya, aku ingin bicara banyak padamu…”

Anne menoleh kearah Chanyeol dan sedikit mengernyitkan kedua

alisnya.

‘Kurasa, aku keterlaluan.’ Batinnya dalam hati. Sedikit rasa khawatir

menyusup ke dalam hatinya saat menatap wajah datar dan tatapan sendu

yang namja itu perlihatkan. Seakan ia sedang memikul beban yang

sangat berat.

Ingin rasanya ia membagi bahunya untuk namja ini seperti hari-hari

dimana mereka merasa berat. Namun untuk kali ini rasanya sangat

canggung. Entah apa yang membuat dirinya merasa… cemburu pada

gadis-gadis yang ada disekitar sahabatnya ini.

Bahkan sekarang dirinya bisa mengaku. Cemburu, konyol bagi seorang

dirinya yang begitu dingin. Dia menyukai namja yang menjadi

sahabatnya saat ini.

“Tapi sepertinya harus kusimpan lagi,” sambung Chanyeol yang

kemudian menatap Anne dan tersenyum lembut.

“Kau… bisa memakainya jika kau merasa perlu.”

Sejenak senyum lebar terukir dengan jelas pada wajah namja itu saat

dengan pelan gadis itu menepuk bahunya sendiri.

Dan tanpa berpikir lebih lama karena menurutnya kesempatan tak datang

dua kali, ia rebahkan kepalanya pada bahu gadis itu. Mulai menikmati

kenyamanan yang gadis itu berikan.

‘Memang ini yang paling tepat.’ Batinnya dalam hati. Dan lagi, untuk

pertama kali dalam satu minggu ini dirasakannya kembali debaran

jantungnya, membuatnya merasa kembali seperti dirinya.

“Bahkan aku sangat merindukan tempatku ini. Jika dipikir, kapan

terakhir kali aku menggunakannya?”

Tanpa gadis itu sadari, bahkan ia juga ikut mengingat-ingat. Membuat

Chanyeol terkekeh sendiri merasakan gerak gerik gadis itu.

“Molla,” ucap gadis itu pada akhirnya dan pura-pura kembali menatap

buku bacaannya, tapi faktanya konsentrasinya pecah karena aroma yang

menguar dari tubuh namja ini. Aroma yang ia suka yang nyaris

seminggu ini tak ia cium.

“Tak bisa kubayangkan, bagaimana jadinya aku tanpamu..”

Gadis itu sedikit tercengang saat kalimat yang tak terduga itu keluar dari

mulut Chanyeol. Membuat jantungnya kembali tak terkontrol hingga

dirasakan panas dalam tubuhnya.

“Faktanya, aku sangat merindukanmu.”

Tatapan tajam gadis itu tak teralihkan dari dua objek dihadapannya. Dua

orang berbeda gender itu tengah tertawa lepas dengan bola basket

digenggaman sang pria.

“Bukan seperti itu cara mendrible bola,”  ucap Chanyeol tanpa

menghilangkan tawanya, sedangkan sang gadis hanya memperhatikan

tanpa melepas kontak matanya pada namja itu.

“Cukup gunakan keempat ujung jarimu. Hanya diujung, seperti ini.”

Gadis itu mengangguk paham saat dengan lincah namja itu mendribel

bola di gengggamannya tanpa menyadari sosok Anne yang tengah

memperhatikan gerak-gerik dua orang itu.

“Kau datang?!”

Anne sedikit tersentak dan kemudian menoleh kebelakang, mendapati

Baekhyun yang tengah tersenyum padanya dan ia membalas senyum itu

dan mengangguk pelan. Namun kemudian gadis itu menghela napasnya

panjang.

“Wae?” tanya Baekhyun, dan gadis itu menggeleng lemah, kemudian

mengahampiri Baekhyun.

“Kulihat, moodmu tak seburuk satu minggu yang lalu.”

Gadis itu tertawa pelan.

“Apa aku terlihat sangat kekanakan?”

“Bukan aku yang mengatakannya.”

Gadis itu menyungutkan bibirnya, membuat Baekhyun tertawa dan

kemudian mengacak-acak pelan rambutnya.

“Benar begitu?” ucap gadis itu dan Baekhyun hanya menaikkan kedua

bahunya.

“Itu wajar…”

Gadis itu mengernyit, menunggu kalimat yang akan keluar dari mulut

namja di depannya.

“Wajar jika dirimu itu kekasihnya, atau minimal kau… menyukainya,”

lanjut Baekhyun dengan tatapan mengerling membuat mata gadis itu

terbelalak lebar dan wajahnya sedikit menghangat saat mendengar

ucapannya, membuat Baekhyun terkekeh geli saat melihat wajah gadis

itu.

“Aigooo, wajahmu sudah seperti kepiting rebus. Benar kataku?” goda

Baekhyun lagi dan entah kenapa gadis itu merasa malu.

“Berhenti menggodaku, Byun!” sergah Anne dan membuat mereka

tertawa bersama.

“Manis sekali..”

Dua orang itu menoleh bersamaan saat seorang yang tanpa henti

menghentak-hentakkan bola di tangannya. Membuat Anne sedikit

mengernyit tanpa mau menatap namja itu. Chanyeol, siapa lagi?

Gadis itu menghela napasnya saat menyadari bahwa gadis yang

membuatnya ‘cemburu’ tadi sudah menghilang. Namun rasanya benar-

benar sesak saat mata kecil itu menatapnya tajam.

Sejenak gadis itu berdehem kecil untuk menimalisir rasa canggungnya,

kemudian memasang muka datarnya lalu menatap Baekhyun.

“Jangan lupa, Lee sonsaengnim memintamu menemuinya saat bel

istirahat ke dua,” ucap gadis itu berbohong dan seakan mengerti maksud

gadis itu Baekhyun menganggukkan kepalanya.

Gadis itu menatap sejenak Chanyeol yang masih menatapnya intens

sebelum ia melangkahkan kakinya menunggalkan dua orang itu.

Setelah menatap kepergian Anne, namja itu kini menatap tajam

sahabatnya.

“Wae?” tanya Baekhyun tanpa dosa.

“Yang kalian bicarakan tadi,” ucap Chanyeol dengan nada

mengintimidasi dengan tetap mempertahankan tatapan tajamnya,

membuat Baekhyun sedikit bergidik menatap wajah Chanyeol namun

tak membuatnya merasa takut untuk menggoda sahabatnya itu.

“Aku mengajaknya berkencan dan dia menerimanya dengan senang

hati,” ucap Baekhyun santai dan sukses membuat mata Chanyel

terbelalak lebar.

Ingin rasanya Baekhyun tertawa melihat respon Chanyeol saat ini,

namun buru-buru ia tahan karena ingin melihat respon selanjutnya yang

akan namja itu tunjukkan.

“Dan aku akan membuatnya menjadi yeojachinguku.”

Rahang Chanyeol mengeras seketika dan alisnya berkerut kasar saat

kata-kata yang membuat kupingnya ‘panas’ itu keluar dari mulut

Baekhyun, ingin rasanya ia menyumpal mulut itu.

“Aku akan membunuhmu terlebih dahulu sebelum kau lakukan itu.

Jangan sentuh barang yang menjadi milikku, Byun Baekhyun,” desis

Chanyeol tajam dan membuat Baekhyun tak dapat menahan tawanya.

“Mengerikan sekali, Park Chanyeol.”

Suara hentakan bola begitu nyaring terdengar di telinga Anne, membuat

gadis itu sedikit mngencangkan cengkeraman tanganngya pada tas

punggungnya dan sedikit mencoba melirik sejumlah siswa yng tengah

asyik memainkan bola keras itu. Untuk apa lagi jika bukan untuk

melihat namja yang akhir-akhir ini ia hindari.

Namun gadis itu segera menghela napasnya ,kembali menundukkan

kepala sembari terus berjalan karena yang ingin ia lihat ternyata tak ada

pada gerombolan anak-anak itu. Hingga sebuah benturan di kepalanya

membuatnya kelimpungan dan akhirnya terjatuh.

“Yak, Anastasia Lee!”

Kepalanya pusing seketika bersamaan dengan seseorang yang

menghampirinya dan memangku kepalanya. Park Chanyeol. Namun

pusing yang dirasakannya menghilang saat amarah tiba-tiba

merasukinya, ia bangkit dengan posisi duduk.

PLAK~

Tangan itu dengan ringannya mendarat mulus di pipi Chanyeol,

membuatnya sedikit berjengit sembari menatap gadis itu tak percaya.

Dengan cepat gadis itu bangkit dan mulai melangkahkan kakinya

meninggalkan lapangan.

Sedikit membuat Chanyeol terusik dari lamunan sesaatnya saat kikikan

beberapa orang siswa yang tadi dengan sengaja melempar bola itu

hingga mengenai kepala Anne, menatapnya tajam seolah ingin memberi

perhitungan.

Namun gadis itu yang menjadi prioritasnya saat ini.

“Kau tahu, bukan aku yang melakukannya.”

Gadis itu tak bergeming dan tetap berjalan tanpa peduli namja itu yang

terus mengekorinya dengan celotehan-celotehan yang sama sekali tak ia

dengar.

“Kumohon dengarkan aku!”

Chanyeol dengan cekalan tangannya  mencengkeram erat pergelangan

tangan gadis itu. Membuat gadis itu dengan mudahnya berbalik dan

sedikit membuatnya menyentuh dada namja di depannya. Gadis itu

mendongak cepat, menatap tajam Chanyeol dan mencoba melepaskan

cengkramannya.

“Sadar dengan apa yang kau lakukan?!” bentak Anne dan membuat

Chanyeol menatap gadis itu sendu.

“Berhenti menggangguku, atau aku tidak akan sudi menatap wajahmu!!”

ucap gadis itu tanpa rasa ragu dan terdengar begitu menyakitkan saat

namja itu mendengarnya.

Gadis membalikkan badan lalu berjalan menjauh tanpa berusaha

berbalik menatap Chanyeol yang tengah tercengang mendengar

pernyataannya.

Mood gadis itu benar-benar buruk hari ini, namun rasa bersalah yang

menyelimutinya tak membuatnya merasa ‘harus’ meminta maaf pada

Chanyeol. Malah itu akan semakin memperburuk moodnya dengan

fakta-fakta negative yang mucul dalam otaknya.

Seseorang meletakkan susu dihadapannya dengan sebuah note yang

menmpel manis pada susu kotak itu. Diraihnya susu itu mulai membaca

tulisan bermimik yang ada di note itu, sedikit mengernyitkan ke dua

alisnya saat membaca lembar pertama kertas kuning itu.

‘Aku tidak akan minta maaf.’

Tulisan bermimik wajah marah.Lalu dibukanya lagi lembar selanjutnya.

‘Kau jelek saat marah.’

Kali ini dengan mimik wajah marah disertai dengan juluran lidah.

Kembali ia buka lembar terakhir note itu. Tulisan bermimik wajah

santai, namun gadis itu sedikit tercengang saat membacanya.

‘Seseorang yang membuatmu merasa sakit itu sudah kuberi pelajaran.’

Kemudian dengan gerakan cepat, ditatapnya seseorang yang

memberinya susu kotak itu. Seseorang dengan luka lebam di beberapa

sudut wajahnya. Wajah Park Chanyeol.

Gadis itu tersentak saat menyadari bahwa namja itu terluka. Namja

dengan tatapan dingin pada muka datar yang kentara ia tunjukkan pagi

ini, membuat aura hitam orang itu secara tidak langsung membuatnya

benar-benar merasa bersalah.

Tak ada sepatah katapun yang biasanya namja itu keluarkan hari ini,

hanya tatapan dingin itu yang sangat kentara pada wajah yang penuh

luka itu, membuat rasa khawatir gadis itu semakin menjadi.

“Dia kenapa?”

Baekhyun menoleh cepat dan menatap wajah gusar Anne.

“Kau tidak tahu? Tadi pagi dia berkelahi dengan Luhan karena

membelamu.”

Gadis itu menoleh pada Baekhyun cepat. Alisnya bertaut mendengar

ucapannya.

“Kau salah paham. Yang melemparmu dengan bola itu Luhan, bukan

Chanyeol.”

“Be.. benarkah?”

Baekhyun mengangguk kecil sembari terus menatap papan tulis di

depannya, memandangi tubuh Chanyeol yang tengah mengerjakan tugas

yang guru berikan di papan tulis.

“Oh tidak..” ucap Anne sembari menelangkupkan kedua tangannya pada

bangku dan menyandarkan kepalanya pada kedua tangannya.

“Nona Lee, kau bisa mengerjakan soal nomor dua sekarang juga.”

Gadis itu terperanjat dan menatap pria paruh baya di depannya dengan

terkejut.

“Kupikir kau sedang bersantai hingga kau tak memperhatikan yang

kubicarakan beberapa waktu yang lalu.” Gadis itu menelan ludahnya

pelan.

“N.. nne, Sonsaengnim.” Dengan berat hati ia tolehkan kepalanya untun

menatap Baekhyun yang hanya menaikkan kedua bahunya lalu perlahan

berjalan kedepan mendekat pada papan tulis.

Dilihatnya sekilas wajah dingin Chanyeol yang tetap fokus pada

pekerjaannya, lalu gadis itu menghela napasnya sejenak dan kemudian

memulai pekerjaannya.

Bel pulang terdengar begitu nyarin membuat sorak sorai kegirangan para

siswa terdengar begitu keras di telinga Anne, membuat gadis itu

mendengus pelan dan mulai mengemasi barang-barangnya.

Lagi-lagi ia mencoba melirik namja yang duduk tak jauh darinya, namun

buru-buru ia kembali menatap tasnya saat namja itu menatapnya intens,

membuatnya sedikit bergidik mendapati tatapan yang tak pernah namja

itu berikan untuknya.

Bawaannya sedikit berat hari ini, jika saja gurunya tak menitipkan buku

tugas teman sekelasnya mungkin dia akan berjalan jauh lebih cepat

tanpa merasa berat karena tumpukan buku di tangannya saat ini.

“Berikan padaku.”

Gadis itu tersentak saat namja itu mengahmpirinya, mencoba merebut

tumpukan buku yang di tangannya. Namun buru-buru ia tepis dan sedikit

mempercepat langkahnya.

Usaha namja itu tak berhenti sampai disitu. Ia percepat langkahnya

mencoba mendahului langkah dengan gadis itu dan mengambil paksa

tumpukan buku itu dari genggaman Anne.

“Kau pikir aku akan membiarkanmu kerepotan, em?” ucap namja itu

dengan senyuman tipis terlihat dengan jelas di wajah gadis itu, membuat

Anne gugup dan tak berani menatap mata namja di depannya yang mulai

berjalan mendahuluinya.

“Gomawo,” ucap gadis itu pelan tanpa berani menatap Chanyeol. Namja

itu terkekeh pelan dan mengacak-acak singkat rambut gadis itu,

membuat gadis itu mendongak menatapnya dengan tatapan tak percaya.

“Wae?”

Gadis itu menggeleng cepat dan tersenyum kecil.

“Maaf,” ucap gadis itu pelan tanpa melepas tatapannya pada namja itu,

sudah berani menatap lama-lama sepertinya. “Untuk apa? Kau ada salah

denganku?”

Gadis itu mentap Chanyeol sendu.

Alis gadis itu mengernyit, tatapan sendu itu semakin kentara di

wajahnya. Tatapan matanya tak teralihkan dari objek yang membuatnya

khawatir seharian ini, ditambah dengan luka di beberapa bagian wajah

yang selalu membuatnya tenang.

Tangan gadis itu reflek terjulur hendak menyentuh luka sobek pada

sudut bibir kecil yang selalu tersenyum dengannya. Menyentuh sedikit

hingga desisan dari mulut itu keluar bersamaan dengan kepala namja itu

yang secara reflek tertarik kebelakang.

Sudut mata gadis itu berkedut panas saat desisan itu muncul dari

mulutnya, membuat bulir air yang ia tahan tak dapat menuruti

perintahnya lagi dan dengan santainya turun dan kemudian dilanjutkan

oleh bulir-bulir yang lain.

“Aku baik-baik saja,” ucap Chanyeol sembari mengusap pelan air mata

gadis itu tanpa menghilangkan senyumnya.

“Maaf,” ucap gadis itu lagi dan Chanyeol hanya mengangguk cepat.

“Kau baik-baik saja?”

Gadis itu menggeleng lemah terus menunduk tanpa berani menatap mata

itu lagi. Terdiam sesaat hingga dirasakannya sebuah tangan melingkar

pada punggungnya, menariknya perlahan untuk mendekat dan

dirasakannya tangan yang lain juga ikut mendekapnya erat. Tangis gadis

itu pecah dalam dekapan Chanyeol.

“Maafkan aku.”

Gadis itu menggeleng cepat.

“Berjanji padaku, kau akan selalu baik-baik saja ada atau tanpaku. Dan

hilangkan kebiasaanmu menghela napas di depanku, arra.”

“Yak, kau bicara seakan kau akan meninggalkanku,” ucap gadis itu

tanpa menghentikan tangisnya, membuat kekehan panjang meluncur dari

mulut namja itu. Kekehan yang gadis itu rindukan.

“Bagaimana jika benar?”

Gadis itu melepas pelukannya paksa dan menatap tajam Chanyeol.

“Aku akan membencimu seumur hidupku jika kau berani

meninggalkanku.”

“Haahh, aku penasaran,” goda namja itu dan membuat Anne semakin

kesal.

“Ingin berapa hari lagi aku menjauhimu. Kau pikir aku tak bisa lakukan

itu!!”

Gadis itu menaikkan nada suaranya, membuat Chanyeol terkekeh geli

menatap mimik wajah Anne.

“Jika pada akhirnya kau menangis dan memelukku, kurasa tidak begitu

buruk.”

“Yak, Park Chanyeol!!!” teriak gadis itu, selalu membuat kadar

emosinya benar-benar naik saat berhadapan dengan namja ini dan

membuat tawa Chanyeol meledak. Tapi tetap saja, tawa dan rupa namja

ini tetap ia butuhkan saat ini, mungkin juga dalam jangka waktu

kedepan.

“Jadi kalian sudah berdamai?”

Anne menyeringai saat Baekhyun menatapnya. Namja itu hanya

menggelengkan kepala saat seringaian itu muncul dari bibirnya.

“Cih, tidak pernah bisa bertengkar malah pura-pura bermusuhan.

Manusia abnormal seperti kalian mana bisa tidak saling membutuhkan.

Berlagak bisa menanganinya sendirian, nyatanya…”

Omongan Baekhyun mungkin akan lebih panjang jika gadis itu tak

membekap mulutnya, membuatnya harus berteriak meminta ampun agar

gadis itu mau melepas tangannya.

“Terus saja bicara tuan Byun, dan aku tak akan berhenti untuk

membekap mulutmu,” ucap gadis itu bersamaan dengan tangannya yang

mulai mengendurkan bekapannya.

 “Yak!” teriak Baekhyun dan membuat gadis itu tertawa.

“Berhenti tertawa!”

“Hei jujur saja, kalian pacarankan?”

Tawa gadis itu berhenti. Semburat merah menghiasi tulang pipi gadis

itu, malu. Mungkin iya, tapi nyatanya, mereka hanya bersahabat. Sampai

kapanpun. Sepertinya.

Gadis itu menghela napasnya dan memukul pelan kepala Baekhyun.

“Yak!”

Gadis itu memutar kedua bola matanya sembari menaikkan kedua

bahunya.

“Kita hanya berteman,” ucap gadis itu santai.

“Cih, rona merah di pipimu tak bisa membohongiku, Nona Lee.”

“Mwo?!”

“Semua akan baik-baik saja. Nyonya menyuruhmu untuk pindah ke

Amerika dan kurasa itu baik untuk keluarga.”

Kuanggukan kepalaku pelan dan mencoba tersenyum pada Kepala

Sekolah.

Kesempatanku untuk tinggal kurasa sangat sedikit. Usahaku untuk

mengelak kurasa tak akan berhasil kali ini, mengingat ibu menyuruhku

bukan lewat orang  suruhannya seperti biasa melainkan langsung dirinya

sendiri datang ke sekolah.

“Nyonya pasti akan senang melihatmu kembali padanya. Jika dipikir dua

tahun tak bertemu pasti akan sangat berat baginya, mengingat kondisi

Nyonya yang tak memungkinkan untuk selalu mengunjungimu. ”

Kuhela napasku pelan sembari melirik wanita yang menampakkan muka

datarnya tanpa berani menatapku. Ibuku ini!

“Ne..” jawabku singkat.

Aku bangkit dari dudukku, merasa sudah cukup basa-basinya jika hanya

untuk menyeretku keluar dari sekolah ini. Kutundukkan kepalaku tanda

memberi hormat dan mulai melangkahkan kakiku keluar lalu diikuti oleh

beberapa pria berseragam hitam berjalan di belakangku. Momen ini,

sungguh aku tak menginginkannya.

Baru beberapa langkah berjalan, langkahku terhenti seketika. Semua

terasa tidak normal saat mata ini menatapnya, mata yang satu minggu

lalu mati-matian menghindariku. Mata sendu gadis yang berdiri tak jauh

dari tempatku.

Kuhela napasku pelan dan mulai memberanikan diri untuk kembali

melangkahkan kaki, mencoba tersenyum tapi kurasa bukan sebuah

senyuman. Mata itu memandangku dengan tatapan menuntut dan yang

kulakukan hanya menggeleng kecil sembari terus tersenyum.

Tersenyum, mungkin hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini.

Kudekati dirinya masih dengan senyuman. Wajahnya sendu saat ini,

hampir menangis. Ku mohon jangan menangis karenaku nona.

Kutepuk sebelah bahunya, mencoba mengontrol perasaanku sendiri yang

sebenarnya tak bisa ku kontrol. Meninggalkan sahabatku ini, tak pernah

ku pikirkan sebelumnya.

Meninggalkan gadis ini, dalam mimpipun tak pernah kubayangkan.

Karena aku mencintainya. Mencintai gadis yang berstatus menjadi

temanku ini. Hanya karena status teman, aku membenci itu sekarang.

Gadis ini menggeleng pelan, membuatku ingin memeluknya saat ini juga

dan mengatakan padanya bahwa aku akan kembali, dan aku

mencintainya. Namun lidahku kelu, bernafaspun sekarang terasa sangat

sulit.

Dengan berat kulangkahkan lagi kakiku, mencoba meredam perasaanku,

meninggalkannya tanpa sepatah katapun. Jahat sekali kau Park

Chanyeol.

Kurasa aku akan benar-benar pergi, meninggalkan semuanya disini. Tapi

bukankah aku akan kembali. Menemuinya lagi.

Untuk berapa lama? Entah.

Bagaimana aku bisa hidup tanpa bersandar pada bahunya?

Entahlah. Setidaknya bumi tempatku berpijak masih sama dengannya,

oksigen untukku bernafas juga masih sama dengannya, dan perasaan

yang kupunya juga sa-

Ah, apa dia juga mencintaiku? Tentu, bukankah kami sahabat?

Biarkan dia mencintaiku sebagai sahabatnya, dan aku akan mencintainya

sebagai gadisku. Kurasa itu cukup adil.

“Chanyeol-ah!”

Langkahku terhenti deru napasnya mengusik gendang telingaku.

Kubalikkan badan dan menatapnya yang menatapku dengan sebuah…

bola basket?

Kukerutkan keningku, bingung dengan apa yang dia maksud. Perlahan ia

julurkan bola itu padaku dan membuatku mengambilnya, masih dengan

tatapan bingungku.

“Jangan pernah meninggalkan jejak apapun, sebelum kau meninggalkan

semuanya disini.”

Tubuhku menegang. Apa maksudnya? Apa dia pikir aku akan selamanya

pergi? Jangan bertindak konyol lagi, nona.

Kulihat bulir air matanya jatuh walau ia coba menghalau untuk tidak

menangis. Aku tahu gadis ini. Ia berbalik mulai melangkah menjauh.

Bahkan sampai detik ini tenggorokanku tak bisa kuandalkan dengan

baik.

“Ini belum berakhir.”

Aku ragu, suara sekecil ini munginkah dia mendengarnya. Oh ayolah

Park Chanyeol, kenapa kau jadi sepengecut ini sekarang.

Kulihat langkahnya terhenti. Dia mendengarnya?

“Aku akan kembali.”

Kalimat terakhirku sebelum aku bersiap memulainya. Ku lihat ia

menghela napasnya pelan, mengangguk dan melambaikan ketiga jarinya.

Dia mendengarku.

Dia berjalan menjauh, hingga aku tak melihat punggungnya lagi.

Punggung gadisku.

Sejenak aku masih terpaku memandanginya yang sudah tak terlihat. Jika

ia menangis, apa aku menyakitinya? Konsekuensi meninggalkannya

adalah dia akan membenciku seumur hidupnya, benarkah?

“Tuan Muda.”

Lamunanku terhenti, suara rendah itu memaksaku untuk keluar dari

imajinasiku tentang gadis itu.

“Arraseo.”

Benar-benar akan pergi sekarang, meninggalkan semuanya disini. Hanya

untuk beberapa saat.

Bukankah aku harus kembali?

Menjemput gadisku. Aku tak akan pernah lupa untuk yang satu ini.

Dan kalimat terakhirku itu, bisa kau pegang nona. Karena itu janjiku

untuk menemuimu lagi.

End ~